Oleh Nurkohlik
Untuk Menjadi umat yang terbaik, Islam menganjurkan umatnya untuk menuntut ilmu sepanjang hayat dikandung badan. Ini menunjukkan betapa pentingnya ilmu bagi kehidupan. Untuk memperoleh kebaikan dunia dengan ilmu, untuk beroleh kebaikan akhirat dengan ilmu.
Kriteria ilmu yang berguna didasarkan pada tujuan ibadah. Dr Mahdi Ghulsyani menegaskan bahwa salah satu cara untuk menolong manusia dalam perjalanannya menuju Allah adalah ilmu dan hanya dalam semacam inilah ilmu dipandang bernilai.
Dengan bantuan ilmu, seorang Muslim, dengan berbagai cara dan upaya dapat mendekatkan diri kepada Allah. Berdasarkan landasan ini, ilmu dikatakan bermanfaat bila pertama, dengan ilmu itu ia dapat meningkatkan pengetahuannya akan Allah. Nabi bersabda, "Sesungguhnya Allah ditaati dan disembah dengan ilmu. Begitu juga kebaikan dunia dan akhirat bersama ilmu, sebagaimana kejahatan dunia dan akhirat karena kebodohan."
Kedua, dengan ilmu itu, ia dengan efektif dapat membantu mengembangkan masyarakat Islam dan merealisasikan tujuan-tujuan, yaitu berbagai aktivitas menuju keridhaan Allah. Orang yang mencari ilmu untuk menuju keridhaan Allah pun mendapat kedudukan yang istimewa, seperti yang diterangkan Nabi, "Barangsiapa mati ketika sedang mencari ilmu untuk menghidupkan islam, dia di surga sederajat dibawah para Nabi."
Ketiga, dengan ilmu itu, disamping dapat membimbing dirinya, ia dapat juga membimbing orang lain kepada kebaikan. Nabi bersabda, "Allah akan menyayangi penerus-penerusku." Beliau ditanya, "Siapakah penerus itu?" Beliau menjawab, "Mereka yang menghidupkan sunnah-sunnahku dan mengajarkannya kepada hamba-hamba Allah."
Keempat, dengan ilmu itu, ia dapat memecahkan berbagai persoalan pribadi, masyarakat dan lingkungannya. Bukankah sebaik-baik orang itu yang paling bermanfaat bagi sesamanya. Nabi bersabda, "Setiap manusia itu keluarga Allah, dan manusia yang paling dicintai-Nya adalah yang paling bermanfaat bagi keluarga-Nya."
Sebaliknya, bila ilmu itu dicari tidak diniati karena Allah, tidak menambah kebaikan bagi dirinya dan orang disekitarnya, ilmu itu tidak bermanfaat. Setiap ilmu yang tidak menolong manusia menuju Allah seperti muatan buku yang dibawa diatas keledai. Tuhan berfirman, "Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal ... (Q.S. 62:5)
Salah satu aktivitas mempelajari dan menguasi ilmu itu adalah berpikir. Berpikir adalah kegiatan menggunakan potensi akal manusia untuk mendapatkan informasi, dan mengembangkan ilmu. Banyak ayat Al-Qur'an yang menganjurkan manusia itu berpikir, dengan padanan kata, seperti merenung, memikirkan, memperhatikan, dll. Ini menunjukkan betapa pentingnya kegiatan berpikir dalam kehidupan manusia. Selain membedakan manusia dari makhluk lain, berpikir juga mengarahkan manusia kepada kesempurnaan hidup.
Agar manusia itu tidak salah dalam berpikir, Tuhan membimbing manusia bagaimana cara berpikir sehat. Diturunkannya Al-Qur'an dan diutusnya Nabi kepada manusia dimaksudkan agar manusia berpikir dengan sehat. Dalam pandangan Islam, berpikir sehat itu berpikir yang menghasilkan berbagai kebaikan dan manfaat. Berkaitan dengan berpikir sehat, Tuhan memerintahkan umat Islam untuk mendasari berpikir itu dengan ingat kepada Allah dan untuk mencari keridhaan Allah. Dalam membaca yang didalamnya ada proses berpikir, Tuhan memerintahkan dengan diiringi nama-Nya (Al-'Alaq:1-5)."
Dalam kitab Noshoihul Ibad, Ibnu Hajar Al-Ashqolani mencatat pendapat jumhur ulama tentang berpikir yang membawa kesempurnaan hidup. Berpikir dapat dilakukan dalam lima hal. Pertama, berpikir mengenai tanda-tanda yang menunjukkan kekuasaan Allah sehingga lahir tauhid dan keyakinan kepada-Nya. Memperhatikan, memahami, dan merenungkan penciptaan diri dalam dan alam sekitarnya dapat mengarahkan manusia kepada keyakinan akan keberadaan Tuhan. Tuhan berfirman, "Dan dibumi terdapat tanda-tanda bagi orang yang yakin kepada Allah dan pada diri kalian, tidakkah kalian memperhatikan? (Q.S. 51:20-21)
Kedua, berpikir tentang kenikmatan-kenikmatan yang telah diberikan Allah sehingga lahir rasa cinta dan syukur kepada Allah. Rasa cinta ditandai dengan mementingkan Allah dari lainnya dan rasa syukur ditandai dengan menggunakan anugrah Allah kepada jalan-jalan yang diridhai-Nya.
Ketiga, Berpikir tentang janji-janji Allah sehingga lahir rasa cinta kepada Allah dan optimistis dalam kehidupan. Dalam kehidupan ini, ada hukum sebab akibat dan sebab dari segala sebab adalah Allah. Dalam berusaha dan berjuang, Allah akan memberikan sesuai dengan kadar usahanya. Kalau seseorang itu tekun dan bekerja dan berdoa, tentu dia akan mendapatkan yang sesuai yang diusahakan. Barangsiapa yang bersungguh-sungguh dalam berusaha, ia akan mendapat hasil sesuai dengan kesungguh-sungguhannya. Tuhan berfirman, "Allah menjanjikan orang-orang beriman dan beramal saleh bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah yang menjadikan orang-orang terdahulu berkuasa."
Keempat, berpikir tentang ancaman Allah sehingga menjadikan rasa takut. Rasa takut akan ancaman Allah akan membuat seorang hamba takut akan berkmaksiat kepada Allah sehingga akan hati-hati dalam melangkah. Ia menjaga hati dan pikirannya untuk tidak berprasangka buruk kepada Allah. Dia akan menjaga lidah dan tangannya untuk menyakiti dan menzalimi orang lain.
Kelima, berpikir tentang sejauh mana ketaatannya kepada Allah sehingga melahirkan gairah untuk beribadah. Berdasarkan keterangan Al-Qur'an dan Hadist, ibadah merupakan cara seorang hamba mendekatkan diri kepada Allah. Ibadah merupakan cerminan seorang hamba kepada Tuhannya. Ketaatan hamba kepada Tuhan kalau seseorang itu menyadari bahwa diciptakannya manusia itu beribadah dan Tuhan bersama dirinya di mana pun dia berada. Karena merasa dirinya diawasi Tuhan ia pun akan melakukan yang terbaik demi mendapatkan keridhaan Tuhan.
Dengan berpikir dalam lima hal tersebut, seseorang mengharapkan akan mencapai kemampuan intelektual, mental, dan spiritual yang berguna dalam menjalani hidupnya. Bukan hanya untuk dirinya, melainkan juga untuk lingkungannya. Dengan ilmu dan kemampuan, ia dapat beroleh kebaikan tidak hanya di dunia tetapi juga kelak di akhirat.
Penulis adalah pengajar BKB Nurul Fikri Banten
0 komentar:
:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* : 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))
Posting Komentar